Apolonia dan Arjuna Berkisah Dibayang Seroja Saat Ditemui Pater Charles, SVD

Facebook
Twitter
Pinterest
WhatsApp
Apolonia berkisah saat dijumpai P. Charles Beraf, SVD

LEMBATA, SURYAFLOBAMORA.COM- DUKA ini terlalu dalam untuk Apolonia. Apolonia, lengkapnya “Apolonia Ana Aryanti Teken Buto” adalah gadis atau lebih tepat anak semata wayang, yang ditinggal sendirian sejak berumur satu tahun, gegara kedua orang tuanya bercerai dan hilang entah ke mana. 

Sejak usia itu, dia bersama empat saudara sepupunya diasuh neneknya di Waimatan, Ileape, Kabupaten Lembata. Di rumah tinggal Waimatan, selama bertahun tahun, mereka berlima hingga Apolonia menginjak usia remaja, 16 tahun. Tanpa ayah dan tanpa ibu. Neneklah menjadi segalanya bagi Apolonia, dan empat sepupunya, melengkapi keceriaan di rumah kecil mereka. 

Di bawah kaki Ina Peni Utan Lolo, Ile Lewotolok, Apolonia bertumbuh dewasa. Meski sudah terlalu pagi, keceriaannya direnggut oleh prahara rumah tangga. Tetapi siapa yang bisa menyangka, bahwa yang pernah jatuh, bakalan juga ditimpa tangga pula? 

Apolonia tak menyangka, nenek dan empat sepupunya disapu pergi oleh SEROJA di kaki Ina Peni Utan Lolo.

“Rumah juga disapu rata, dan saya tersangkut di bubungan atap rumah tetangga,” ungkap Apolonia.

Kisah Apolonia terlalu pedih. Begitu pedihnya, sampai dia enggan bicara banyak ketika saya hendak mewawancarainya. 

“Saya tak sadar ketika dibawa ke sini. Dua kaki saya terbentur entah kayu entah batu,” katanya.

Dan di rumah Siprianus Boli, di bilangan Lamahora, Lewoleba, Apolonia diungsikan. 

“Saya tidak mau pulang kampung. Saya mau di sini,” ujar Apolonia.

Barangkali, Apolonia trauma untuk memulai lagi keceriaan di kaki Ina Peni Utan Lolo. Ditinggal pergi orang tuanya, Ditinggal pergi pula nenek dan empat sepupunya. Yang satu prahara rumah tangga. Yang lain prahara Seroja. Mungkin masih ada prahara lain: luka traumatik karena Seroja atau dia tak bisa mengenyam lagi pendidikan di SMKN ILEAPE, karena tak punya siapa-siapa. 

“Tuhan mungkin punya rencana”, kata-kata klise ini kerap terlalu mudah dilontarkan di tengah keterlaluan ini. 

Dan memang tak sedikit pun terlintas di hati dan kepala Apolonia sendiri soal rencana, apalagi soal rencana Tuhan. Dukanya terlalu dalam. Amuk Seroja, geramnya Ina Peni Utan Lolo dan mungkin juga Tuhan, sudah merenggut yang paling berharga dalam hidup Apolonia.

Apolonia, gadis kelas 10, kini masih dengan tatapan kosong di matanya. Sendirian. Tak punya siapa pun lagi, selain ENTAH (?).  Entah pada siapa, entah dengan siapa.

Arjuna bersama P. Charles Beraf, SVD

Kisah sedih tragedi Minggu 4 April 2021 juga menyayat hati Muhammad Arjuna Rivai. Siswa SMAN NUBATUKAN, LEMBATA yang biasa disapa Arjuna, adalah korban Seroja. 

“Saya dan mama saja di rumah, di Lewotolok. Malam itu sebelum kejadian, saya berbaring di dalam kamar. Mama, namanya Nurul, sehabis sholat, ikut ke kamar dan berbaring. Berdua saja. Tidak ada tanda tanda bahwa akan datang bencana. Saya tersadar ketika sudah berada di laut dan berusaha berenang ke darat, malah masih sempat menolong seorang ibu dan anaknya yang terjepit di kayu. 

Mereka itu tetangga rumah saya. Bersama mereka, kami berhasil mencapai daratan. Tapi rumah sudah tak kelihatan, tak berbekas. Ibu? Saya tak tahu di mana.  Dua hari setelah kejadian, ibu ditemukan tak lagi bernyawa. Sedih sendirian. 

Saya akhirnya memilih ke Lewolein, Desa Dikesare dan tinggal bersama Bapa tengah saya, Yosef Witak. Luka-luka goresan kayu dan batu sudah mulai mengering,” ungkapnya.

Tapi apakah duka turut mengering?
Arjuna menuturkan, dan setelah itu diam.

Arjuna tentu masih diam, dan meski selantang apa kisahnya, menguburkan Seroja bukan perkara gampang bagi Arjuna. 

Saya menepuk pundaknya, meneguhkannya…entah ini suatu healing touch? Saya tidak tahu. Yang saya tahu, di hadapan perkara bencana yang menorehkan trauma, bukan hanya materi dibutuhkan, tapi juga immaterial compassion, bela rasa dengan simpati dan empati. 

“Saya agak tenang di sini, di rumah ini,” katanya.

Banyak orang mengandalkan materi untuk mengatasi bencana, tapi tak sedikit yang lupa bahwa sedikit sentuhan, sedikit kata bisa manjur untuk yang terluka karena trauma, karena ditinggalkan. 

Arjuna, di ujung Lebatukan, sedang merajut hidupnya tanpa ibu, tanpa teman baring lagi sehabis sholat magrib.xxx

Kisah P. Charles Beraf SVD, Master in Rural Sociology at University of the Philippines

Editor: Alvin Lamaberaf