Berbenah

Facebook
Twitter
Pinterest
WhatsApp

Berbenah

(P. Steph Witin, SVD)
Pekan Biasa XXVIII
Yes 25:6-10;
Flp 4:12-14.19-2;
Mat 22:1-14

Seorang Raja mengadakan perjamuan untuk anak-Nya. Segalanya telah dipertaruhkan. Hewan dan ternak-ternak telah diubah menjadi hidangan mewah. Mungkin, seperti yang dilukiskan dalam Yesaya 25:6: “suatu jamuan dengan masakan mewah, suatu jamuan dengan anggur yang tua benar, suatu jamuan dengan lemak dan susum dan dengan anggur tua yang disaring endapannya.” Kini tinggal menanti kehadiran undangan. Kuantitas tamu menjadi ukuran kasih. Para tamu mesti menggembirakan anak-Nya. Para tamu yang terbilang orang yang diundang tentu orang terhormat. Kualitas kelayakan mereka tenuu ada standar untuk ukuran pesta keluarga kerajaan bagi pangeran.

Namun undangan kehormatan itu menyeruakkan beragam reaksi. Pertama, “…tetapi mereka tidak mau datang” (Mat 22:3). Ada kegagalan kehendak sehingga tidak datang? Ada yang tak paham akan isi undangan itu? Apakah para hamba, utusan raja itu gagal membangun komunikasi dengan undangan? Boleh jadi utusan raja itu wajah buruk sehingga kurang promotif? Tentu ini satu pekerjaan berat bagi raja untuk menyeleksi lagi para hamba, utusannya itu! Kedua, bisa terjadi ada kegagalan dalam skala prioritas. Raja yang dicintai tentu akan didengarkan rakyat. Hadir dalam pesta kerajaan adalah kemewahan dan kehormatan besar. Namun, para undangan justru menyampaikan berbagai alasan tidak hadir. Para undangan lebih memilih kesibukannya sendiri. Gambaran dunia yang sibuk dengan iramanya sendiri tak terelakan. Apakah ini adalah gambaran pertarungan antara urusan Kerajaan Surga dan kesibukan kerajaan di bumi? Saat kita berdoa “Jadilah kehendakMu di atas bumi seperti di dalam surge” maka kesibukan-kesibukan yang dilukiskan seperti “pergi ke ladang, atau mengurus usaha’ (Mat 22:5) mesti disemangati oleh roh Kerajaan Surga. Ketiga, kekerasan yang tak terhindarkan. “Menangkap hamba-hamba raja, menyiksa dan membunuhnya” (Mat 22:6) adalah tindakan penghinaan terhadap martabat raja. Para undangan juga mencederai martabatnya sendiri yang sekaligus menjadi pengakuan “memang kami sesungguhnya adalah orang-orang yang tidak layak untuk perjamuan raja.” Di hadapan raja, sejatinya, tak pernah ada yang tak layak. Kecuali ada yang sendiri bersikap tak layak di hadapan raja.

Apa pun rintangan, raja tetap berprinsip: perjamuan bagi Sang Anak tetap Jadi pusat perhatian. Ruang perjamuan tidak perah boleh sepi. Raja dengan semangat menggelora memaksa orang-orang di persimpangan-persimpangan jalan untuk hadir pada perjamuan. Demi anak-Nya. Raja membuka peluang baru yaitu kelompok persimpangan jalan yang tak terhitung sebelumnya. Undangan raja merangkul siapa saja. Perjamuan penuh oleh kehadiran siapapun yang dijumpai. “orang-orang jahat dan orang-orang baik” (Mat 22:10). Namun, martabat pesta tak pernah boleh dilecehkan. “Tak mengenakan pakaian pesta” dan “nampak diam saja” bagi orang yang kedapatan, harus berujung dramatis. Kegagalan dalam tampilan, dalam identitas yang harus sepadan dengan perjamuan harus disingkirkan secara tragis. Tempatnya, bukanlah perjamuan yang penuh cahaya terang benderang, melainkan “ke dalam kegelapan yang paling gelap”. Orang itu sesungguhnya telah berada di tempat yang salah.
Kita semua adalah gambaran orang-orang yang diundang. Momen syukur tak terkira. Bukti bahwa kita adalah orang terberkati, yang dilibatkan dalam sukacita kegembiraan “perjamuan keluarga Allah.” Akan tetapi, apakah sesungguhnya Perjamuan ini melambangkan keadaan hidup di masa yang akan datang ataukah Kerajaan Surga yang mesti nyata dalam keseharian hidup ini? Pertama, kita mesti bertanggung jawab atas undangan Tuhan itu. Perjalanan hidup kita adalah satu warna dari pelangi indah Kerajaan Surga di tengah dunia. Terkadang sikap dan kesibukan yang berorientasi diri bisa menyuramkan penglihatan kita akan nilai Kerajaan Surga yang mesti nyata. Rasul Paulus bersukacita dalam segala situasi apapun. Demi Injil yang ia wartakan. Hanya ada satu keyakinan dalam dirinya bagi jemaat Filipi. “Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaanNya dalam Kristus Yesus” (Flp 4:19) Kedua, Kerajaan Surga itu tetap jadi kiblat hidup. Ia terbuka kepada siapapun untuk terlibat dan dilibatkan dalam sukacita meriah. Allah memberikan kesempatan kepada siapapun untuk berhimpun dalam sukacita, tanggung jawab dalam konteks perutusan Kerajaan Allah dalam hidup nyata.

Ketiga, perjamuan Kerajaan Surga menuntut “pakaian” yang pantas untuk menggapainya. Saat kita menjadi pasif dan abai terlibat dalam sukacita Kerajaan itu maka kita mesti sadar: sedang berada di tempat yang salah. Bukalah mata kita. Banyak sesama yang ingin terlibat dalam sukacita dan perutusan. Kita mesti masuk dalam satu keterlibatan bersama, saling mengajak dan mendukung. Kita tidak boleh egois bergembira hanya karena kitalah yang “yang berpesta” sementara ada orang lain “yang tak berpakaian pesta dan duduk diam” dan akhirnya tersingkir ke “tempat yang paling gelap.” Mungkin sebuah pengandaian, “Janganlah kita berbangga atas kelayakan pakaian kita, sementara yang lain masih dengan pakaian yang tak pantas; bila engkau mempunyai dua helai baju, berilah yang satu kepada yang lain”. Karena toh kita tak pernah boleh bermewah-mewah mendandani diri sendiri di atas ketelanjangan sesama-sesama kita. Merasa saleh di atas keterbatasan dan kelemahan sesama sangat tak Injili. Apakah “orang yang cuma diam itu” (Mat 22:12) adalah gambaran orang yang lagi terancam oleh belenggu-belenggu kejam di kehidupan ini? Maka berusahalah sedapat-dapatnya bersuara bagi “yang diam atau yang dipaksa diam.” Sekian banyak orang sungguh berada di tepian jurang ‘kegelapan yang paling gelap dan kertakan gigi’ (Mat 22:13). Maka, sekali lagi, bersuaralah bagi mereka yang diam. Berpihaklah pada sesama yang menderita dan tak punya apa serta tanpa siapa…

“Banyak yang dipanggil tetapi sedikit yang dipilih” bukanlah satu kepasrahan pasif kepada keputusan ilahi. Bagaimanapun, kita tetap berjuang dalam komunio, persekutuan, rasa solidaritas untuk sama-sama bergembira dalam sukacita perjamuan yang menjadi gambaran Kerajaan Surga. Saatnya kita berbenah agar pada waktunya jadi pantas untuk Dia. *